Suka Duka Pembelajaran Online (Kebanyakan Duka nya Malah..)
Assalamualaikum. Hi fellas !
Pandemi covid-19 ini menyebabkan
banyak sistem berubah. Salah satunya penerapan work from home (WFH) atau kerja
dari rumah. Bekerja yang biasanya harus pergi ke kantor berubah menjadi hanya
dirumah saja mengandalkan internet atau online. Namun, gak cuma kantor aja,
sekolah pun harus ikut online juga. Jadi para pelajar yang biasanya harus
bangun pagi, mandi, pake seragam sistemnya berubah jadi bangun pagi, mandi,
langsung duduk manis depan laptop atau smartphone. Guru menerangkan materi
pelajaran hanya melalui online, begitupun dengan pemberian tugas kepada para
anak didiknya.
Hal itu juga terjadi pada adikku
yang saat ini sudah duduk di bangku kelas enam sekolah dasar. Awalnya Ia begitu
senang mendengar hal itu. Sekolah lewat online, dirumah aja berarti waktu bermainnya
akan jauh lebih banyak, orang tuaku juga awalnya senang mendengar hal itu. Namun
kenyataannya tidak semudah itu, sahabat (jadi inget Kekeyi..).
Saat pembelajaran konvensional seperti
biasanya guru akan mudah menerangkan materi dengan jelas di kelas, anak didiknya
pun akan mudah menyerap materi yang disampaikan dan bila ada kesulitan mudah
untuk bertanya pada gurunya. Tetapi hal
itu sangat sulit dilakukan dalam sistem pembelajaran online saat ini.
Empat bulan berlangsungnya
pembelajaran online dan hal yang selalu ku perhatikan adalah setiap pagi, ibuku
akan sibuk meng-cek Whatssap nya dan melihat grup kelas adikku. Pagi-pagi
sekali wali kelasnya sudah memberikan materi apa saja yang harus dikerjakan. Materinya
bermacam-macam, dari yang terlihat biasa seperti membuat mind map, mengerjakan
soal latihan, membaca buku dari halaman sekian sampai sekian, sampai yang
membuatku geleng-geleng kepala seperti membuat video iklan layanan masyarakat
mengenai covid-19 (aku bahkan baru dapat tugas ini saat kuliah). Oiya, karena
sekolah adikku swasta berbasis Islam maka setiap harinya akan mendapat tugas
berupa muroja’ah atau hafalan surat-surat Al-Quran yang sudah ditentukan. Jadi adikku
mengirim tugas muroja’ah itu berupa file voice note, DAN gurunya akan mengirimkan
voice note kembali jika dirasa ada bacaan yang masih kurang pas. Coba bayangkan,
semisal muridnya ada 30 dan masing-masing masih ada yang bacaannya belum fasih
atau kurang pas, sudah berapa banyak voice note yang diterima dan dikirim guru
tersebut? Apa gak penuh memori smartphone nya?.
Gak cuma gurunya dan adikku aja, orang
tuaku bahkan aku sendiri juga ketiban ribetnya. Ibuku sibuk mengirimkan tugas
adikku dan menyampaikan tugas yang diberikan oleh guru adikku sampai-sampai
memori smartphone nya ikut penuh. Ayahku dan aku juga turun tangan dengan
membantu adikku dalam menyelasaikan tugasnya yang menumpuk. Pusing? Banget. Memang
selama pembelajaran online berlangsung, banyak hal-hal yang bikin kepala mau
meledak. Koneksi internet terputus, kurangnya dalam penyerapan materi,
guru-guru jadi sulit untuk melihat perkembangan anak didiknya karena tidak
adanya komunikasi secara langsung atau tatap muka, atau yang paling parah masih
banyak keluarga dari anak didiknya yang tidak memiliki smartphone atau laptop
sehingga harus meminjam dari kerabat terdekat dan bahkan sampai ada yang tidak
sekolah karena keterbatasan itu.
Dibalik mumetnya pembelajaran
sistem online, hal baik yang bisa diambil menurutku adalah waktu adikku jauh
lebih banyak dirumah sehingga waktu bercengkrama nya semakin banyak. Ayahku juga
gak perlu repot-repot antar jemput setiap hari dan ibuku jadi tahu apa itu
Google Form haha.. setiap keburukan pasti ada hal baik yang bisa di petik, kan?
Sekian tulisanku kali ini. Terima
kasih sudah membaca dan see you on the next post. Ciao~
Wassalamualaikum.
Luar biasa bgt Liza produktif bgt nulis, terus aktif dan pertimbangkan domain berbayar agar eksklusif
BalasHapusalhamdulillah makasih banyak sarannya, Mas Zian
Hapus